Selasa, 12 Juni 2012

2030, Indonesia Diprediksi Akan Menjadi Negara Maju


borsaaltin.com
Ilustrasi
Indonesia diperkirakan akan menjadi negara kaya. Pasalnya kekuatan ekonomi dunia diprediksi akan bergeser ke timur, diantaranya negara-negara kawasan Asia Tenggara (ASEAN), China dan India. Prediksi tersebut disampaikan Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Asian Development Bank Institute (ADBI) dalam laporannya bertajuk ASEAN, the PRC, and India: The Great Transformation, Rabu (2/5/2012).
"Kawasan regional dan negara-negara ini berada dalam jalur yang benar untuk meningkatkan kualitas hidup warganya yang mendekati setengah dari populasi dunia pada 2030," kata Presiden ADB, Haruhiko Kuroda.
Kuroda mengatakan, pada 2030, China bakal menggapai status negara dengan pendapatan tinggi. Sementara itu, negara ASEAN dan India akan berada di belakangnya. "Ketiganya akan menjadi rumah bagi konsumen, produsen, investor dan perusahaan pembiayaan dunia," katanya.
Dalam laporan khusus Standard Chartered (Stanchart) berjudul "The Super-Cycle Report", disebutkan Indonesia mulai menjadi negara bersinar, bahkan bakal menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia dalam dua dekade mendatang. Berada di posisi kelima, Indonesia akan tampil mendampingi China, Amerika Serikat, India dan Brazil.
Lembaga keuangan lainnya, Morgan Stanley malah mengusulkan tambahan Indonesia pada Brazil, Russia, India dan China (BRIC) menjadi BRICI. Alasannya, dalam lima tahun ke depan, lembaga terkemuka ini memperkirakan PDB Indonesia bakal mencapai USD 800 miliar.
Majalah bergengsi The Economist, pada Juli 2010 juga memasukkan Indonesia sebagai calon kekuatan ekonomi baru pada 2030 di luar BRIC. The Economist mengenalkan akronim baru dengan sebutan CIVETS, kepanjangan dari Colombia, Indonesia, Vietnam, Egypt, Turkey dan South Africa.
Sementara itu menurut Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Destry Damayanti menyatakan, prediksi ADB tersebut semakin menegaskan perkiraan pertumbuhan rata-rata ekonomi negara ASEAN, dan Indonesia, yang bakal melewati AS dan Eropa.
"Prediksi ADB sangat mungkin sekali. Sekarang saja China sudah menjadi negara terkaya kedua di dunia," katanya.
Walau tak spesifik menyebut Indonesia, Destry menilai, negara ini memiliki posisi paling vital bagi perkembangan ekonomi ASEAN. Dengan kontribusi 43 persen bagi pertumbuhan ekonomi ASEAN, Indonesia dipastikan bakal menjadi pemimpin dari perkembangan perekonomian kawasan serumpun ini.
"50 persen penduduk ASEAN itu berada di Indonesia. Ini adalah pasar terbesar di kawasan Asia Tenggara," kata dia.
Kendati yakin dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang makin meroket, Destry menganggap masalah yang harus diselesaikan adalah birokrasi dan korupsi yang akan menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi ASEAN dan Indonesia. Kedua masalah ini pula yang masih banyak ditemui di China dan India.
"Ini semua sebetulnya hambatan. Namun ketika semua bisa diselesaikan, hal itu bisa menjadi peluang ke depan bahkan mendorong perekonomian Indonesia berlari lebih kencang," kata Destry.
Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa dalam sebuah kesempatan pernah menyatakan Indonesia akan menjadi negara maju jika setidaknya dua persen dari penduduknya menjadi pengusaha. Saat ini wirausahawan di dalam negeri masih kurang dari 1 persen.
Hatta menjelaskan negara-negara besar, seperti Amerika Serikat dan Eropa, belasan persen penduduknya menjadi pengusaha. Sementara di Malaysia enam persen. Bahkan, kata dia, negara-negara di Eropa Timur yang dahulu berpaham komunis, saat ini memacu kemajuan bangsanya dengan mendorong pemuda mereka berwirausaha.
Hatta mengatakan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 200 juta jiwa harus dilihat sebagai sumber potensi. Kuantitas itu, tidak boleh dilihat sebagai beban bangsa.

"Sebanyak 241 juta rakyat Indonesia harus dijadikan aset utama, kekuatan bangsa. Harus didorong menjadi manusia berkualitas yang siap bersaing dengan bangsa mana pun," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar